Kepingan Lombok #1

21.40 ipeh the pooh 0 Comments


Kepingan ini random. Saya menulis yang saya ingat dan sesuai keinginan hati. Hehe!

"Bagaimana rasanya lebaran Idul Adha di kampung orang?"

Itu pertanyaan pertama ketika saya menginjakkan kaki di Lombok tahun 2017 lalu. Karena saya tiba di Lombok tepat dua hari sebelum Idul Adha.

Rasanya? seperti rasa coklat, vanila, stoberi, melon, atau durian? Rasa "biasa" sepertinya tidak mau diterima oleh orang-orang. Haha! tapi begitulah yang saya rasakan. Biasa saja, tidak senang, tidak sedih. Biasa. Lebaran Idul Adha di kampung orang sudah sering saya alami. Pastinya selalu berbeda.

Ketika hidup di Bogor, Idul Adha sering saya habiskan di rumah keluarga. Menghabiskan waktu untuk menonton kartun sepanjang hari, bakar sate sampai begah, atau bermain dengan para kurcaci-kurcaci yang sekarang udah jadi raksasa SMA dan mahasiswa.

Lepas kuliah, saya lebih sering menghabiskan waktu di Bogor bersama teman-teman. Ada aja ide untuk menghabiskan waktu. Mulai dari ngumpulin duit buat potong kambing bareng-bareng, jalan-jalan, masak-masak atau sekedar malas-malasan di kosan bersama gadis-gadis yang sekarang udah jadi ibu-ibu.

Pergi dari Bogor, Idul Adha bisa dimana aja, tergantung saat itu sedang berada dimana. Bisa di pelosok Jawa atau pelosok Sumatera. Lebaran Idul Adha di pelosok juga tidak jauh berbeda dengan lebaran di kosan. Menghabiskan hari di kamar kosan memegang gadget, tanpa rendang. Tidak tertarik untuk melihat pemotongan sapi atau kambing. Kadang, dapat rejeki anak sholehah, daging yang belum diolah dari tetangga.

Pernah sekali, lebaran di pelosok Sumatera Barat. Saya dan teman-teman tidak mengira kalau di hari lebaran semua warung makan tutup. Kita yang sedang kere tidak membeli stok makanan. dan tidak mungkin belanja ke kota karena butuh waktu dua jam perjalanan. Alhasil, kita manyun di ruang tamu sambil nonto ftv sebelum bersilaturahmi ke tetangga. setelah bersilaturahmi, yeay! akhirnya, bisa makan rendang dan sate. Hahah!

Terus, lebaran di Lombok gimana?

Gimana ya? haha

Sebenarnya sempat cengok  dan galau juga sih. hehe!

Pertama, jika di Bogor atau di pelosok daerah, saya menghabiskan waktu bersama teman-teman yang sudah saya kenal lama, atau kalau teman baru kenal, biasanya adalah teman senasib sepenanggungan, sesama perantau, jauh dari rumah. Tapi tidak ketika di Lombok, saya menghabiskan bersama teman-teman baru akamsi-anak kampung sini, yang punya rumah dan keluarga masing-masing. dan saya masih beradaptasi. Masih jaim-jaiman, masih canggung, cuma bisa nyengir kuda doang.

Oke, saya kenal mereka udah dari acara Bangsal Menggawe 2017 bulan Maret lalu, tapi cuma sebatas hai hehe aja. Belum ada kegiatan lebih lanjut. Tidak menarik.

Dan? cuma dalam dua hari haha hihi hehe tidak jelas, saya berlebaran bersama mereka. Bisa dikatakan biasa aja gak padahal canggung juga. Huahahaha. Bingung mau ngapain, ditambah bahasa planet yang belum terbiasa di telinga.  Tapi gak masalah, makan tetap lanjut, dan duduk santai dengan dituding beberapa pertanyaan sebagai orang baru, tetap dilaksanakan. Haha! Karena mau minta pulang juga hal yang tidak mungkin. Haha!

Jangan tanya makanannya apa aja, yang jelas enak. Masalah rasa tidak jauh berbeda dengan makanan di rumah. Ada rendang (namanya di Lombok bukan rendang sih, saya lupa nanya. atau sudah nanya, terus saya lupa, hehe, maapkan), ada kacang asin (kalau di sumatera barat, namanya kacang tojin). Nah, yang baru itu kacang kedelai hitam yang dijadiin sayur. Yang itu hampir selalu ada di setiap acara roahan, kapanpun dimanapun, asal masih di Lombok. Adalagi poteng. Poteng ini sejenis lamang tapai. Bedanya, kalau lamang itu ketan yang dibakar di dalam bambu, kalau poteng itu ada ketan yang ditumbuk, di Jawa barat lebih dikenal dengan Uli. Tapai itu ketan hitam yang di fermentasi, kalau poteng itu ketan hijau yang di fermentasi. Hijaunya ketan dari daun suji atau daun pandan.

Setelah puas makan-makan, cerita sana sini dengan keluarga super duper baru, saya ditinggal. Ihik!

Karena keluarga super duper baru itu juga memiliki keluarga-keluarga lain yang tersebar di Lombok. Akhirnya, saya menghabiskan sisa hari dengan teman-teman yang rela menemani saya. haha! Ada Onyong, Hamdani, dan Ayu. Sebenarnya, hari itu Onyong mau pulang ke rumahnya, tapi saya tahan. hehe. kan gak seru, baru beberapa hari di Lombok udah jadi obat nyamuk untuk sejoli Hamdani dan Ayu. Bakal makin krik, krik dah.

Mungkin mereka kasihan melihat saya yang cuma bisa cengak cengok di sekretariat pasir putih. Akhirnya, mereka mengajak saya menghabiskan sore di pantai sejuk. Bukan karena pantainya sejuk, tapi memang namanya "Sejuk", mungkin karena masih banyak pohon. Pantai sejuk masih satu komplek dengan pantai Sire. Pantai Sire letaknya gak jauh dari Pemenang, Lombok Utara tempat saya mendekam selama 8 bulan, meskipun beda kecamatan, Kecamatan Tanjung. Dari pantai sejuk, kita bisa melihat gunung agung yang berdiri kokoh nun jauh disana.

Pantai, memang salah satu tempat rekreasi paling oke bersama keluarga. Sepanjang pantai, ada pojokan-pojokan keluarga yang sedang berbahagia, makan ikan bakar sambil bermain pasir, mandi dan menikmati sunset. Sedih? gak juga sih. Tapi mupeng! pengen bawa keluarga sendiri juga. haha! masa masih jadi penonton sih. Ihik!

Dari duduk santai dan diskusi ringan bersama tiga orang ini, saya menemukan satu hal yang sama, penyakit anak kosan atau yang jauh dari rumah itu sama aja, magh! haha.

Puas makan, duduk leyeh-leyeh,akhirnya pulang ke sekretariat pasir putih. Ternyata, saya tidak bisa menahan Onyong lebih lama, malam itu Onyong harus pulang ke rumah, Hamdani dan Ayu juga melipir ke rumah saudara-saudara yang lain.

Saya?

Menunggu malam di pasir putih. Haha!

Waktu itu, saya masih baru 2 hari di pasir putih. Belum tau cerita tentang bagaimana sekretariatnya yang memiliki hal-hal ganjil. Jadi, masih berani tidur sendirian. Tapi, tidak setelah ada cerita-cerita yang sebentar lagi akan saya ceritakan. huehehe!

bersambung..

catatan: jangan tanya mana fotonya, dokumentasi selama di Lombok sudah menjadi bangkai bersama hapenya, karena belajar berenang seminggu sebelum saya kembali ke Jakarta. Hiks!


You Might Also Like

0 komentar: