Riau Indah Wak! : PLTA Koto Panjang dan Air Terjun Arau Besar

13.32 ipeh the pooh 0 Comments

Tahun lalu, tepatnya tanggal 12 Desember 2016, saya ikut kegiatan kenduri puisi yang dimotori oleh Komunitas Rumah Sunting. FYI, kegiatan Kenduri Puisi itu sendiri adalah kegiatan "Kenduri" yang dalam kamus KBBI artinya adalah perjamuan, dan Puisi. Jadi selama kegiatan ini kita benar-benar dijamu dengan berbagai macam puisi yang dibacakan oleh siapa saja yang menjadi pesertanya. Dari seniman dan budayawan yang sudah malang melintang di dunia per-puisi-an sampai ke peserta yang cuma manggut-manggut aja dengan puisi, seperti saya, yang nulis puisi gak bisa, apalagi bacanya. Eh, kalau ngebaca bisa deh, tapi baca datar. Huehehe!

Uniknya kegiatan kenduri puisi ini adalah akan selalu ada yang namanya wisata puisi. Katanya, salah satu cara puisi itu terlahir adalah dengan keindahan, makanya kita membutuhkan tempat-tempat yang indah untuk melahirkan puisi-puisi baru. Nah, meskipun saya gak bisa nulis dan baca puisi, tapi nekat aja ikut bergabung dengan para penyair-penyair hebat ini. Selain buat nambah ilmu dan teman, hal yang paling saya cari adalah tempat wisatanya. Muohoho!. Karena penasaran aja, di Riau ada apa sih?

Ehm, berbeda dengan tempat wisata di pulau Jawa yang hampir semua akses transportasi umumnya ada (kalau gak ada, masih ada "ojek" yang bisa nganterin, wkwkwkkk), di Riau transportasi umum seperti itu sulit ditemukan. Jadilah, salah satu untuk mengeksplorasi Riau ini dengan mengikuti kegiatan-kegiatan komunitas seperti ini. Nah, kali ini Wisata Puisinya jatuh pada PLTA Koto Panjang dan Air Terjun Arau Besar.
ini bukan lukisan. Ini asli pemandangan danau PLTA Koto Panjang
Jepretan : Bang @Kacamata Gober
Danau PLTA Koto Panjang ini sebenarnya adalah waduk penampungan untuk sumber pembangkit listrik yang membentang di kecamatan XIII Koto Kampar. Untuk membangun waduk ini harus mengorbankan 8 desa di kecamatan XIII Koto Kampar, Riau dan dua desa di Kecamatan Pangkalan Koto Baru, kabupaten 50 Kota Sumatera Barat dan sekitar 4.886 kepala keluarga "terusir" dari desa yang telah bertahun-tahun mereka tempati. Delapan desa di kecamatan Koto XIII itu adalah desa Pulau Gadang, Muara Mahat, Tanjung Alai, Batu Bersurat, Koto Tuo,  Pongkai, Gunung Bungsu sampai Muara Takus.

Naik bus
Jepretan : Bang @Kacamata Gober
Lokasi danau PLTA hanya berjarak 30 km dari ibukota Kabupaten Kampar, atau sekitar 84 km dari Pekanbaru. Dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua dan roda empat dengan estimasi lama perjalanan 2-3 jam perjalanan. Jalannya beraspal mulus dan berkelok-kelok. Berangkat dari Pekanbaru jam 9 pagi, akhirnya saya dan rombongan wisata puisi tiba di lokasi PLTA sekitar jam 11.00 siang. Oia, dari pemberhentian bis, kita harus treking dulu menyusuri hutan karet sekitar 15 menit menuju danau. Seru kok!
Treking melewati hutan karet menuju danau PLTA
Jepretan : Bang @Kacamata Gober
Danau PLTA Koto Panjang memiliki luas yang mencapai 12.400 ha dengan kedalaman 73.5-85.5 m dan tinggi bendungan 96 m. Ternyata, danau PLTA Koto Panjang mempunyai sejarah yang panjang dan rumit sejak tahun 1979 dimana PLN merencakanan pembangunan DAM skala kecil di Tanjung Pauh untuk memanfaatkan potensi sungai Batang Mahat, anak sungai Kampar Kanan.
Ngaso dulu, sebelum cus susur danau
Jepretan : Bang @Kacamata Gober
Sejak tahun 1979 itu, maka perusahaan konsultan Jepang TEPSCO (Tokyo Electric Power Service Co.Ltd) melakukan survey ini itu untuk pembangunan waduk. Ternyata membutuhkan waktu yang cukup lama sampai pembangunan waduk ini di ACC oleh pemerintah kabupaten Kampar dan masyarakatnya. Tepatnya, Januari 1993 barulah pembangunan waduk ini benar-benar dimulai dan selesai pada Maret 1996. Setelah melakukan uji coba penggenangan, maka Jumat 28 Februari 1997 danau PLTA diresmikan sebagai sumber tenaga listrik.

Selain 10 desa dan 4.886 kepala keluarga yang menerima dampak "penggusuran" dari wilayahnya demi PLTA ini, banyak juga fauna dan flora yang dikorbankan. Fauna yang turut mendiami hutan-hutan disekitar danau harus rela untuk dipindahkan ke tempat penampungan satwa, dan hutan-hutan juga harus dengan rela ditebang, demi kelangsungan hidup yang "berkelanjutan", demi adanya listrik untuk kehidupan masyarakat di Riau. Positif dan negatif selalu bersisian. Dampak-dampak negatif yang ternyata secara tidak sengaja saya temukan dalam beberapa artikel ternyata besisian dengan dampak positif kepada masyarakat yang ada disekitarnya. Salah satunya adalah pertambakan dan wisata.

Danau PLTA Koto Panjang menjadi lokasi memancing favorit bagi wisatawan yang hobi memancing. Di danau ini masih banyak ikan-ikan yang dapat ditemukan, seperti Ikan Toman, Baung, Geso, Balido, Barau, Tapa, dan Patin. Dari beberapa artikel yang saya baca, ikan toman dan ikan patin masih menjadi ikan andalan di danau ini, maksudnya masih banyak ditemukan. Tidak jauh dari danau ini, ada sebuah kampung yang terkenal dengan ikan patinnya, terletak di desa Koto Mesjid. Di kampung ini, setiap rumah memiliki minimal satu kolam ikan patin. Makanya jadi disebut dengan kampung ikan patin. Sayang, wisata puisi kali ini belum sempat berkunjung ke kampung tersebut.

Di tengah-tengah danau akan banyak kita temui tambak-tambak ikan. Tambak ini sebagai mata pencarian masyarakat disekitar danau. Jadi kalau malam, di atas danau ini seolah-olah ada kota, karena adanya lampu-lampu kecil dari tambak.Di sekitar danau juga banyak saung-saung lepas yang bisa digunakan untuk melepas penat, rehat dan makan siang bersama teman-teman perjalanan sambil menikmati kolaborasi air danau yang hijau, langit biru, dan awan putih yang berarak riang.

FYI, warna hijau pada air danau PLTA ini berasal dari fitoplanktan yang termasuk dalam golongan alga hijau biru atay Cyanobacteria. Fitoplankton dapat hidup dan berkembang dalam air jika suhu air diatas 25 derajat Celcius. Nah, mengingat Riau termasuk ke golongan dataran rendah yang suhu lingkungannya cukup aduhai jika siang hari berkisar antara 27-30 derajat celcius, maka gak heran kalau air-air penampungan termasuk waduk PLTA ini berwarna hijau. Oia, warna hijau fitoplankton berasal dari klorofil yang aktif jika terkena sinar matahari. Penjelasan lebih lanjut tentang zat hijau daun dapat kamu baca disini : Keajaiban Daun.
Danau yang hijau berkolaborasi dengan birunya langit
dan putihnya awan yang riang berarak
Jepretan : @Kacamata Gober

So, sepanjang danau kita akan melihat warna hijau danau yang merona ditambah dengan hutan-hutan di sekitar danau, langit biru dan awan putih yang berarak. Pas! mantap banget dah!

Hal lain yang membuat danau ini begit memesona adalah sekelompok kayu-kayu mati di tengah-tengah danau. Penebangan hutan akibat relokasi desa menyisakan kayu-kayu mati yang membuat danau ini menjadi lebih eksotis dan indah. Terasa memiliki kekuatan "magis" ketika matahari menuju peraduannya. Seakan-akan sang kayu tidak memiliki kesempatan lagi untuk menemui sang matahari besok pagi. Begitu sendu. Dan pemandangan itu, wajib kamu nikmati ketika kamu mengunjungi danau, sekalipun hanya numpang lewat-singgah sabanta- untuk menikmatai bekal yang dibawa dari rumah.

Mampir ke danau, selain memancing bagi yang hobi mancing, kita juga dapat susur danau loh. Kita dapat membuktikan betapa luasnya danau PLTA yang tetap "tumbuh" bersama kayu-kayu mati itu. Kita dapat menyewa kapal yang dikelola oleh pemuda setempat. Masih cukup terjangakau. Pasarannya sekitar 1jutaan untuk pulang pergi yang dapat menampung antara 25-30 orang. Jadi, bayarnya dapat patungan sama teman-teman perjalanan agar harganya jadi lebih murah. Kalau dihitung-hitung, kisaran 30-40ribu per kepala, dan itu udah pulang pergi. Menyusri luasnya danau, mampir di Pulau Tonga, dan diantar sampai ke "pintu" masuk air terjun dengan lamap perjalanan sekitar 1-1.5jam, apalagi kata yang bisa keluar selain "itu kapal cukup murah loh!".
Menyusuri danau dengan kapal dan payung. Puanase pol!
It's amazing!
Jepretan : Bang @Kacamata Gober
Iya, setelah tiba di danau dan makan siang di gubuk-gubuk yang ada, saya dan tim melanjutkan perjalanan menyusuri danau dan ke air terjun, Arau besar. tepatnya jam 12.00 kami cus meninggalkan gubuk mampir ke Pulau Tonga untuk shalat dan menikmati semilir angin yang melambai-lambai. Hanya butuh lebih kurang 30-45 menit perjalanan menuju Pulau Tonga ini.
Baca puisi di pulau Tonga
Jepretan Bang @Kacamata Gober
Eh, sebentar. Ternyata di tengah danau itu ada Pulau Tonga. Pulau yang tercipta dari gundukan daratan yang tidak tenggelam ketika penggenangan danau. Ternyata oh ternyata, kita dapat menikmati malam di pulau itu!. yak, kita bisa kemping menikmati hotel sejuta bintang bersama teman-teman. So awesome gak sih?.
Gaya sikit lah kami ya di Pulau Tonga
Jepretan : Bang @Kacamata Gober
Jangan khawatir, namanya sih memang kemping, tapi fasilitas MCKnya ada kok. jadi kita gak perlu khawatir mau buang air kemana dan gimana mau mandi. Hehe! Terus disana juga tersedia warung yang menyediakan makanan kalau kelaparan pas malam hari.

Jam 13.30 siang, kami cus lagi dari Pulau Tonga menuju air terjun Arau Besar. Nah, petualangan bak bocah petualang dimulai dari sini!

Menempuh 45 menit perjalanan menggunakan kapal, dengan kondisi danau hijau dan semakin lama jalurnya semakin sempit, artinya kayu-kayu matinya semakin banyak. Kalau, gak hati-hati kapal bisa kandas kepentok sama kayu mati di dalam danau. Disini juga nih, mata harus jeli, gak boleh asal-asalan menurunkan tangan atau kaki ke dalam danau. Karena itu sih, taku kepentok sama kayu-kayu mati yang tidak terlihat padahal dekat itu.
Ini leadernya sedang manggil kapal. So beautiful!
Jepretan Bang @Kacamata Gober
Semakin mendekati lokasi "pintu" air terjun, danau semakin dangkal. Tadaa! hal yang memandakan kita sudah samapi di "pintu" air terjun adalah ketika kapal sudah tidak bisa berlayar lagi. hehe! Artinya kita harus berjalan kaki menyusuri sungai menuju air terjun. Sungai ini adalah limpahan dari air terjun Arau Besar yang menuju danau. Berbeda dengan danau yang warna hijau, air di sungai ini justru bening, jernih, bersih yang berhasil buat saya mupeng ingin nyemplung. Loh kok bisa? Iya, karena airnya mengalir jadi fitoplanktonnya gak berkembang. Kira-kira begitulah alasannya.
Menyusuri sungai yang bening
Jepretan : bang @Kacamata Gober
Kira-kira satu jam berjalan kaki menyusuri sungai yang dimanjakan dengan ilalang-ilalang yang cocok banget buat foto-foto selfi, akhirnya sampai juga di air terjuan Arau Besar. Yattttaa! lelah perjalanan panjang terbayar sudah dengan pemandangan air terjun yang tinggi dan kolam ditengahnya yang manggil-mangil buat berenang. FYI, ketinggian air terjun Arau Besar ternyata mencapai 15-20 m. Tepatnya berapa, saya gak ngerti karena informasi yang saya peroleh dari berbagai sumber dan menghasilkan angka yang berbeda. Huahaha! jadi kira-kira segitulah tingginya.
Yatta! Ini setetes surga yang terjatuh di bumi lancang kuning
Jepretan : Bang @Kacamata Gober
Ternyata, air terjun Arau Besar ini punya tiga tingkatan. Tingat pertama atau yang paling bawah adalah air terjun yang paling tinggi yang mencapai 15-20 m itu, nah tingkat dua ketinggiannya cuma 6 m, dan tingkat tiga mencapai 4 m. Dan yang bisa dinikmati hanya air terjun yang ditingkat pertama. Konon katanya sih, yang tingkat dua dan tiga juga bisa dinikmati, cuma jalurnya curam dan licin. Resikonya terlalu tinggi dan butuh persiapan yang maksimal jika benar-benar ingin mencapai tingkat air terjun itu,
Air Terjun Arau Besar
Jepretan : Bang @ Kacamata Gober
Puas menikmati keindahan dan sapaan air terjun, saya dan kawan-kawan wisata puisi kembali menuju kapal yang akan membawa kami pulang ke kota.
Matahari di balik Pulau Tonga
Jepretan : Bang @Kacamata Gober
Selama perjalanan pulang, cuaca mulai mendung. Tapi, siluet matahari masih mencoba menampakkan diri pada kami, sebagai ucapan perpisahan. Dan itu adalah pemandangan yang cihuy!
Mendung dengan senja yang berusaha menyapa
Jepretan : @Kacamata Gober
Hari mulai gelap ketika kami sampai di gubuk. Penerangan disini hanya mengandalkan bulan dan bintang. Jadi, kami langsung cus kembali ke tempat pemberhentian bus. Dan bus mulai bergerak tepat pukul 19.30 langsung pulang ke Pekanbaru.

Seperti biasanya, perjalanan pulang akan menjadi lebih sepi dari perjalanan pergi. Yak! semua penumpang akan terlelap tidur menikmati perjalanan malam yang singkat. Tinggallah pak supir seorang diri yang berusaha membawa bus melaju membelah jalan malam yang berliku-liku menuju kota. Pukul 22.00 akhirnya sampai di titik bertemu awal dan say goodbye daghdagh dengan teman-teman seperjalanan.

Bagi saya, perjalanan selalu menyisakan cerita. Begitu juga dengan wisata puisi ini.
Ternyata, Riau Indah Wak!

Pekanbaru,
4 Januari 2017

You Might Also Like

0 komentar: