pertanyaan setahun yang lalu..

17.12 ipeh the pooh 0 Comments

ini catatan yang saya buat saat magang, tepatnya tanggal 24 Mei 2011 di daerah PARIS (PAngalengan tiRIS) sana.  gak nyangka, ternyata udah setahun aje..ckckck..
lalu? lalu? lalu??

setahun itu waktu yang sebentar apa lama ya? sudah setahun dan saya belum bisa menemukan jawaban dari pertanyaan saya dari setahun yang lalu..
dan hari ini, ketika bermain bersama seorang teman, melihat sekitar kampus, *nguuiinngg...nguuiingg...*
jadi ingat tulisan ini..
hekhek...

sok mangga silahkan yang belum baca, trus mau baca..atau yang udah baca, mau baca lagi..
=D

Ketika Rp. 200,- petani menjadi Rp. 2000,- pembeli

akan ada cerita baru setiap harinya. menarik atau tidak menarik, tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya. hehe...

hm..bagi saya, hari ini cukup menarik. menarik dan membuat saya berpikir dan bertanya. berharap suatu saat nanti akan menemukan jawabannya.

cerita yang [mungkin] sudah basi sih bagi orang umumnya. [mungkin saja] udah pada tutup mata dan tutup telinga. tapi, mumpung masih make title mahasiswa yang konon katanya masih memikirkan nasib rakyat kecil..[kata seorang teman] jadi, tak apalah..saya menuliskan ini. berharap, kali-kali aja ni catatan bermanfaat dikit untuk cerita saya [dan kita, mungkin] selanjutnya di masa depan yang "antah berantah"..
hehe...

begini ceritanya..
hari ini saya pergi ke pasar pangalengan. bukan untuk membeli. bukan juga untuk menjual. hanya ingin berdiskusi dengan para pelaku transaksi jual-beli sayuran dan melihat lingkungan pasar. hanya ingin mencari tau apa, kenapa dan bagaimana terjadinya jual beli.

di sini nih..
kita bisa melihat cerita dari berbagai sudut pandang. petani kecil, petani besar, pengumpul,  konsumen dan pemerintah..

petani kecil..
yang hanya punya tidak sampai 1 ha lahan, trus lahannya jauh di pelosok bukit. harus banting tulang seorang diri buat nanam sampai panen. akhirnya bingung mau jual kemana. bukan karena gak ada pembeli, tapi karena jalur transportasi yang sulit. ya, karena itu tadi..jauh di pelosok bukit. kenapa gak di tanam dekat jalur trasnportasi aja? ya, kan tanahnya ada disitu.jadi gmn neng? alhasil,petani harus rela menjual ke bandar atau pengumpul. dengan harga??? yah, tergantung pasar. dari untung sampai buntung..!!!

pernah suatu hari, ketika saya disini, tuh sawi ma kubis di tinggalkan begitu saja. bukan karena gak mau menjual. tapi,buntungnya gak nanggung-nanggung.

mari pikirkan :
biaya produksi pekepala kubis Rp. 500,an
harga jual, Rp. 200,an/kg..
biasanya hasil panen per kepala kubis sekitar 1-2 kg
belum lagi kuli angkut di tanggung oleh petani..
so????

petani besar...
punya lahan yang pasti lebih dari 1 ha, meskipun jauh dari akses transportasi tapi lahan yang banyak. sepertinya sedikit bisa menutupi, karena biasanya mereka akan memiliki alat transportasi sendiri untuk mengangkut hasil panen. trus, bisa nanam banyak komoditas. artinya, jika satu komoditas harganya turun, komoditas yang lain bisa menutupi. trus, petani besar biasanya langsung ada pelanggan. betul gak??
meskipun terkadang untung, paling banter cuma "impas". he...

bandar..
ini nih, orang yang jarang dapat "buntung" [menurut saya]. kenapa? kan si bandar sifatnya sama dengan distributor=penyalur. barang dari petani trus di beli dan di jual ke penjual terakhir. bagaimanapun rendahnya harga jual barang. yang jelas, si bandar akan mencari untung. meskipun hanya "sedikit". masuk logika kah??
tapi, beruntunglah ada si "bandar" ini. lo gak ada, jadi susye tu barang-barang nyampe dari produsen ke konsumen..

konsumen..
pihak yang "gak mau tau". maunya ada sayuran yang murah di pasar. klo mahal dikit, ada aja yang ngomel. klo cabe udah gak nongol di pasaran, juga ngomel. hehe..
tapi, bisa jadi pihak yang dirugikan, karena harga yang jadi lebih mahal dari harga petani.

lalu pemerintah???
no coment ah...!!


yang sedikit membuat saya berpikir begini...
jika sayuran [misalnya] kubis lagi banyak di pasaran, ato lebih di kenal dengan panen raya, harga beli kubis ke petani itu sangggaaaatttt murah. yang saya katakan tadi, bisa sampai Rp.200an.

tapi, apakah konsumen bisa membeli harga Rp200an itu di pasar??
wew..
jangan ngarap dah..
paling murah juga Rp. 1000an..
kenapa??
karena jalurnya panjang kayak jalan tol..
petani kecil ke pengumpul para petani kecil trus ke bandar di daerahnya [misalnya pangalengan] trus ke pasar induk luar daerah [misalnya jakarta] trus ke pengecer nah baru nyampe dah ke konsumen...
anggap saja tiap bandar ambil untung Rp. 100an, trus di tambah uang transportasi..
jadinya harga ke konsumen sabaraha??? apalagi klo lagi langka??

saat ini bisa dikatakan,
klo barang lagi langka petani bahagia, konsumen menjerit..
klo barang bagai "lautan" di pasar petani menangis, konsumen  senang..
betul gak??
ingin seperti ini selamanya kah??
hm..

ternyata mikirinnya jadi pusing juga..
kasihan juga..
mau tanya ke "pemerintah"???
hm..daripada tambah pusing dengan jawabannya "pemerintah"
mending belajar dari sekolah "kehidupan"
berpikir dan action..
he..
ini nih PR kita sebagai generasi penerus bangsa..
hehe..

setuju???
***************

udah setahun peh, jadi apa yang udah ditemukan?
*garuk-garuk kepala bingung*

kesalahan sistem?petani?pemerintah?konsumen? atau bandar?
lalu bagaimana caranya agar cerita ini gak di tulis lagi oleh anak cucu kita bertahun-tahun kemudian?

perubahan..!!
tapi, pertanyaan lain muncul..
apakah setiap individu bisa menerima perubahan?
apakah setiap individu mau melakukan perubahan?
lalu bagaimana caranya untuk melakukan perubahan ke arah yang baik??

yang saya tau, perubahan gak bisa instan.
butuh proses..
pertanyaan lain bermunculan..
bisakah kita bertahan dan bersabar dalam prosesnya?
bisakah kita tetap berada dalam jalur yang benar selama prosesnya berlangsung?

*diam, gak bisa jawab. berpikir*

PR yang cukup sulit kalau dikerjakan sendiri..
iya gak?
hehe..

lalu? lalu? lalu?


*masih belum bisa menjawab..

You Might Also Like

0 komentar: