Petani wanna be..!! (part 2)
Horeee...!!! bahagia itu adalah
ketika kamu bisa masuk ke sekolah yang kamu impikan tanpa tes. Apalagi ketika
teman-teman masih pada galau mencari universitas, tapi kamu udah punya kursi di
sebuah institusi yang cukup bergengsi, meskipun kalau orang nanya “kamu mau
kulliah dimana?”, dan ketika kamu menjawab “di IPB..!!”, maka akan ada
pertanyaan dan pernyataan lanjutan “di IPB? Kamu mau jadi petani?” dan seketika
itu juga yang bisa kamu lakukan cuma nyengir kuda, garuk-garuk kepala bertanya,
emang ada yang salah ya jadi petani? *berhubung kala itu saya hidup di kota yang cuma bisa liat beton, cuma punya halaman dan kebun bunga seuprit di halaman
rumah, dan belajar nanam dari sang nenek, dan saat itu bagi saya menanam itu
menyenangkan, apalagi waktu mau masak tinggal ambil sereh di samping rumah,
ambil tomat di depan rumah, bongkar kunyit, dan meretelin kacang hijau waktu
panen. Panas sih, tapi siapa peduli*
ini logo kebanggaan agh44 IPB |
Yoi, hidup di kota penuh beton
itu kadang menyenangkan tapi gak juga.
Bisa jadi canggih, atau sebaliknya, akan merasa lebih kampungan dan
norak dari orang kampung benaran. Oke, jujur saja, pertama melihat padi dari kejauhan
di kampung nenek. Dan itu sangat menggiurkan. Ingin ikut main di pematang
sawah, ngejar si burung yang makanin padi, tapi apa daya ketika ada larangan
dari sang nenek, dengan alasan nanti saya hilang gak tau jalan pulang. *cuma
bisa liat dari jauh dan menghela nafas*. Amazing ketika pertama kali melihat
pohon alpukat, pohon cengkeh yang besar meskipun yang dimanfaatin bunganya yang
kecil, dan terkaget-kaget melihat ada buah srikaya yang rasanya persis dengan
masakan “srikaya” khas lebaran di rumah.
Yang jelas, untuk pertama kali masuk semester 3 dan memulai dunia
pertanian ala anak kuliahan tahun 2008, saya terkagum-kagum ternyata masih
banyak tanaman yang baru saya liat dan tau disini.
Lalu? Yoi, di semester 3 dan
selanjutnya kuliah gak jauh-jauh dari tanaman dan kawan-kawannya. Dan
manggut-manggut, pertanyaan-pertanyaan ketika kecil mulai terjawab satu-satu
disini, meskipun kadang suka gak “ngeh” dan segera lupa dengan penjelasannya.
Jujur saja saya amnesia, saya
lupa dengan apa-apa yang ada selama kuliah. Fokusnya Cuma lulus pas 4 tahun,
lalu melanjutkan kehidupan sebagaimana mestinya. Yang saya ingat cuma,
ketidaktertarikan diri pada dunia persawitan. Mungkin karena buah sawitnya gak
bisa di cemilin. Dan ketika ditanya setelah lulus mau kemana, dengan lantang
menyebut akan bekerja di dunia pertanian tanpa tau kemana yang jelas bukan
sawit. Dan ketika ada yang nyeletuk, “kementerian pertanian? Pns dong?”, dan
dengan sigap juga langsung menolak, tidak ada niat untuk menjadi pns. Trus?
Yoyoiii...!! saya juga bingung kala itu, jadi saya mau kemana dong? Pokoknya
pertanian..!! Cuma itu yang saya tau.
Dari niat itu, maka setelah lulus
saya mulai berlayar dan sempat terdampar di dunia marketing pemupukan yang cuma
sebulan, “dunia marketing” yang aneh, gak ada pilihan selain melanjutkan perlayaran.
Setelah terombang ambing dengan keinginan hati dan takdir yang menyatakan belum
saatnya untuk bekerja di BISI, EAST WEST, BALAI PENELITIAN KARET, SUGAR
GRUP, dan hampir nyemplung ke dunia
perbankan, maka saat itulah “kebun bunga” memanggil. Voilaaa...!! bahagia itu
sederhana. Akhirnya saya menikmati masa-masa menjadi petani kebun bunga yang
berfokus pada pembibitan bersama teman-teman kecil disana yang membantu.
Tapi apa daya, kapal kembali
harus berlayar, meninggalkan dunia yang menyenangkan itu karena beda misi dan
visi dengan sang pemilik dunia. Daripada setengah hati, maka lebih baik kembali
berlayar. Yap, Januari 2013 kapal kembali berlayar. Kapok bergelut di dunia
pertanian? Kapok gak kapok sih. Yang jelas, jadi menemukan jawaban atas alasan
yang sempat gak masuk akal di kepala saya, “mengapa kebun itu lebih memilih
laki-laki daripada perempuan”. Ternyata karena kehidupan di kebun itu lebih
keras, Jendral.
Apakah menjadi petani, bertani
dan dunia pertanian tinggal kenangan? Saya pikir begitu. Tetapi, masih ada aja cara dan ide gimana
biar bisa tetap bermain di dunia cangkul mencangkul itu. Yuhuu...!! tercetus
ide bersama teman-teman untuk kegiatan “delivery order sayuran”. Kembali
bersemangat, meskipun hanya sebentar. Dan ide itu, masih sering bermain dan
berseliweran di kepala. Meskipun kala itu, kapal berhenti di dunia pendidikan,
masuk dalam dunia perbimbelan yang menarik.
So? Apakah petani wanna be
berubah menjadi guru wanna be?
Hahaiii...!!
Cek lanjutan ceritanya.. ^^v
*tobecont*
0 komentar: