Petani wanna be..!! (part 3)

16.57 ipeh the pooh 0 Comments



Saya suka salut dan bangga dengan para ibu dan pak tani. Menurut saya mereka hebat. Alasan klasik, tapi sebenarnya dalam. “ kita tidak akan bisa makan, kalau gak ada yang nanam. Lalu siapa yang nanam? Ya petani. Dimanapun dia berada.” dan selama menjadi tentor di sebuah bimbingan belajar yang top markotop, gak sedikit siswa yang bertanya [lagi-lagi] kenapa saya kuliah di IPB. Pertanian. Dan dengan bangga dan senang hati saya menjelaskan dengan menggunakan alasan klasik tadi. Lalu mereka kembali bertanya “ berarti kakak mau jadi petani dong?”, dan saya menjawab, “iya dong..!!*cam betul*”.  Meskipun sebenarnya saya gak tau bagaimana jadi petani yang baik dan apa kenikmatan jadi petani. Kalau dilihat pake kacamata kuda, petani itu miskin dan kehidupan petani itu tidak menyenangkan. Gak punya masa depan katanya. Tapi mimpi punya kebun masih suka bergelantungan di depan mata. Hahayyy...!!

Perenungan tentang diri sendiri dan visi misi kedepan itu perlu. Dan ketika masa perenungan selesai, maka tetiba saya memutuskan untuk kembali ke dunia mahasiswa. Dan tetap mengambil jurusan yang sama. Budidaya tanaman. Ingin menjadi petani yang keren. Maka, disinilah saya sekarang berada, di IPB.
Jika jaman S1 dulu saya menghindari yang namanya penelitian karena menyadari kekurangan diri terlalu cepat bosan dengan satu hal yang itu-itu aja, yang harus runut dan rapi. Maka hal yang paling saya takuti di masa sekarang adalah penelitian sebagai syarat lulus sebagai mahasiswa. Dan apa boleh buat, ketika kaki kanan melangkah, maka harus diikuti kaki kiri agar sampai pada tujuan. So? Kemon enjoy this world...!!!

Semester 2 di jaman kuliah sesi 2 tahun 2014, saya memulai penelitian tentang cabai. Dan disini, baru kali ini saya menanam, memelihara dan memanen tanaman yang udah dikasih perhatian penuh. Meskipun masih dibantu sama ibu dan pak tani. Dan rasanya itu cukup mengharukan plus. Betapa tidak, ketika hari-hari hampir dihabiskan bersama sang tanaman berharap si tanaman tumbuh dengan baik, tetapi pada akhirnya si tanaman tetap mempunyai batasan, terserang penyakit lalu mati. Dan saya? Cuma gigit jari.

Jadi mikir, menjadi  petani itu tidak mudah. Sulit. Sangat sulit malah. Dan ternyata, saya yang seorang bertitel sarjana pertanian tidak bisa berbuat lebih baik dari petani yang entah, apakah mereka pernah mencicip sekolah dasar sampai tuntas. So? Apa itu sarjana pertanian? Mungkin sarjana yang melahap sampai tuntas buku-buku tentang pertanian, tapi buta dan tidak bisa mengaplikasikannya dengan baik, dan pada akhirnya banyak yang mengatakan, sarjana pertanian tidak banyak membantu para petani. Sedih? Yes bos...!! gak ada yang lebih sedih ketika ada pernyataan itu terlontar. Jadi, belajar dan menjadi sarjana pertanian untuk apa? Ketika pada akhirnya sang sarjana pertanian tidak tau apa-apa dan tidak berbuat apa-apa selain karya setebal 50-60 lembar yang menumpuk di sebuah ruangan yang bernama perpustakaan yang akan habis dimakan usia dan menjadi referensi lanjutan dari calon-calon sarjana berikutnya.

Masih berpikir, tidak ada yang salah dengan karya itu. Itu termasuk ilmu pengetahuan yang seharusnya disebar dan menjadi pembelajaran untuk si penulis dan si petani. Tapi apa daya? Ketika tujuan mulia dari tulisan itu tersusun rapi hanya dalam kalimat-kalimat manis.

Lalu saya? Yups, petani wanna be yang masih terus belajar menjadi "petani" sesungguhnya. Yang bisa memberi makan dunia tapi lumbung rumahnya tetap terpenuhi.

Tapi genks, menjadi petani itu beneran gak gampang. Oke, mimpi punya dan mengelola sebuah kebun, mendekati kenyataan. Bedanya bukan kebun stroberi, tapi kebun cabe. Gak masalah lah ya, yang penting sama-sama merah, meskipun cabe gak bisa di cemilin kayak stroberi. Dan dari sinilah, cerita masalah suka duka petani baru saya liat dan rasakan secara nyata, bersama sekumpulan teman, yang mungkin juga ingin menjadi petani.


*tobecont*

You Might Also Like

0 komentar: