Perjalanan Cinta Tesis (eps.2)

15.22 ipeh the pooh 0 Comments

Kita lanjutkan ceritanya..!! Setelah menelusuri cerita Perjalanan Cinta Tesis (eps.1)

Saat Kolokium
Tepatnya tanggal 17 April jam 9 pagi di ruang sidang 3, siap gak siap harus maju..!! setelah malamnya tidur puas dan sibuk dengan kegiatan antah berantah, jam 8.30 saya bersama seorang teman, sebut saja Ucup beranjak dari kosan menuju kampus untuk menyelesaikan langkah kolokium ini. Ucup jadi seksi konsumsinya. Dan saya menunggu detik yang menunjukkan tepat jam eksekusi. 8.45 WJI (Waktu Jam Ipeh) belum ada tanda-tanda manusia. Kegelisahan mulai merajalela. Secara syarat kolokium bisa dilaksanakan minimal harus ada 10 orang di ruangan. So? Dag dig dug ser...!! mulai keringat dingin. *
08.50 WJI. Mulai datang satu orang, 2 orang, 4 orang. 7 orang. Lalu? Dosen kedua nongol. Trus? Dosen moderator datang. Mati...!!! masih kurang 3 orang jendral. Makin galau dan kacau. Plus dosen utama juga belum nongol.
08.55 WJI. Mondar mandir nyari orang. Segerombolan orang datang. Fiuhhh...!! hup. Tepat jam 9.00 dosen utama juga nongol.  Okesiip...!! waktunya bertempur..!!
09.00 WJI. Tidak menunggu bas bis bus. Dosen moderator langsung menyerahkan forum pada saya. Lalu dengan khidmat, saya mencoba menguasai forum ini. 20 menit. Berlalu. Paparan dan ngomong ini itu selesai. Waktunya menerima tembakan-tembakan dari para penonton dan sang moderator.
 
Banyak pertanyaan dan masukan-masukan untuk melengkapi si proposal. Gak sedikit juga banyak pertanyaan-pertanyaan “skak mat” yang membuat saya lebih memutar otak  untuk memainkan kata agar tidak terlihat begitu bodoh di depan umum. Karena ini tugas saya, yang seharusnya saya lebih menguasai dari siapapun. Eng..ing..ong...!! voilaaa...!! 30 menit berlalu. Tembakan-tembakan pertanyaan dihentikan. Dan bantuan datang berisi nasehat dan masukan dari sang dosen-dosen.
Yeeaaahhh...!! waktu perang selama 60 menit selesai sudah.
Dan selamat, saya telah kolokium.  ^^

*Perjalanan Panjang Penelitian*

Si Cabai itu datang tiba-tiba
Penelitian ini dimulai sudah sejak awal Februari, bulan dimana saya sedang galau akut, karena belum menemukan dosen pembimbing yang bersedia membimbing dan sejalan dengan ide dan keinginan saya. Dan memang anak rantau yang sedikit “ogah” pulang, maka bulan yang seharusnya libur dengan bahagia, maka bulan itu diisi dengan ngincer dosen-dosen yang ada di kampus. Lirik sana, lirik sini.
Dan entah bagaimana ceritanya, ketika saya memutuskan untuk menemui seorang dosen dan topik penelitian, si cabai ini datang menghampiri lewat seorang teman. Trus? Dengan lugu saya mengambil kesempatan itu. Gimana gak tergiur coba, kalau kamu dijanjikan dana penelitian ditanggung oleh orang yang baik hati, dan penelitianmu segera dimulai, pada saat itu juga. Emang dasar otak perhitungan, setelah dihitung-hitung, okelah..!! sepertinya gak rugi untuk memutuskan berkecimpung dengan dunia percabaian.
Dan minggu kedua Februari 2014, dimulailah perjalanan ini dengan langkah pertama. Merawat si bibit kecil. Mulai sering ke lahan, dan tentu saja mulai “menghitam” kembali. Hahahayyyy...

Merawat Cabai bagai merawat Anak.
Jujur saja, meski saya seorang agronom yang katanya sudah lulus “fase pertama”, tapi bisa dihitung berapa kali saya menanam dan merawat tanaman. Selebihnya 4 tahun belajar di bidang agronomi lebih sering mendengar dan membaca power point ketimbang megang cangkul. So, yeay..!! ini kali pertama saya menanam dan merawat tanaman, dag dig dug ser juga mengingat tipe saya yang cepet bosan dengan hal yang itu-itu  aja. Yoi, secara untuk mendapatkan gelar s1, saya tidak perlu menanam dan  merawat, saya hanya mengambil data yang ada di perusahaan, selanjutnya dibandingkan dengan teori-teori yang sudah diterima di bangku kuliah.
Ketakutan karena bosan tidak terbukti. Ternyata saya menikmati hari-hari dimana saya dapat bermain dengan si cabai-cabai ini. Bahagia melihat mereka tumbuh dengan begitu cepat, galau kalau hujan gak turun, dan stres ketika mereka terserang penyakit. Yoi, merawat cabe seperti merawat anak. Hahayyy...!! hari menjadi minggu, berubah menjadi bulan, dan taraaannggg...!! si cabai sudah memasuki masa panen, dan rasanya itu bahagia. Merasakan nikmat ketika ada “hasil” yang bisa kita petik di akhir. 

Tapi kawan,ehm..!! cabai-cabai mungil ini gak ada matinya. Minggu pertama panen, satu-satu berubah menjadi merah, kemudian bertambah jadi dua-dua, lanjut jadi lima-lima, gak selesai disitu, nambah terus sampe 20-30 buah per pohon menjadi merah. Alhasil, kewalahan dan ehm... ingin pingsan melihat seluruh buah berubah jadi merah. Seharusnya senang dong ya.. iya seharusnya senang, tapi kalau tiap buah harus di itungin panjang, diameter dan tebal buahnya? tidaaaakkkk...!!!!! yakin deh, itu rasanya ingin terjun ke laut.

Selamat datang Data-Data Manis
Yeaayyy...!!! rasanya itu bebas, seolah-olah bisa terbang ketika panen terakhir selesai, dan pohon si cabai pun mati. Itu artinya pengamatan di lapang berakhir, artinya lagi saya tidak perlu bangun pagi lagi, dan tentu tidak perlu panas-panasan lagi, yang artinya saya bisa kembali bersinar. Hehehe...!! *tapi itu Cuma mimpi, secara saya menerjunkan diri lagi untuk bermain dengan tanam-mananam, maka kulit akan tetap mendapat sinar matahari sampai batasnya*.
Hufftt...!!! bahagia ketika masa menghabiskan waktu di lapang itu wajar, tapi hanya sebentar. Seolah-olah di depan mata itu ada hamparan padang edelweis yang indah, tapi ketika berbalik ada jurang yang sedang menunggu kita. Yoyoi...!! selamat datang data-data manis..!!! data-data selama pengamatan di lapang yang udah numpuk sedang menunggu untuk segera di eksekusi, dan meminta perhatian yang lebih. Dan saya?

“Maaf data, saya tidak bisa menyentuhmu dengan segera, saya tidak ingin bermain denganmu saat ini. Karena saya belum bisa mencintai kamu, saya bosan melihatmu”. 

Yoi, kata-kata diatas, otomatis ada di kepala, setelah si data terkumpul di kertas-kertas yang bertumpuk memenuhin isi kamar. Alhasil, hilang selama dua bulan, melupakan mereka. Pergi bermain dan tidur sepanjang hari. Masa bodoh dengan teror dosen yang selalu  bertanya  progres data sudah dimana, atau yang mewajibkan setiap hari rabu untuk bertemu dan berdiskusi. Mengumpulkan dan mencari celah bagaimana saya bisa lebih menyukai dan mencintai si data-data manis ini.

Bersambung!

Ipehthepooh
Edelweis, 22  Oktober 2014

You Might Also Like

0 komentar: