Alay!

20.10 ipeh the pooh 0 Comments

Alay. Kata itu terlontar dari salah seorang teman di grup whatsapp yang membuat saya kembali bertanya, Alay, emang alay itu apa sih sebenarnya?

Alay, kata itu rasa-rasanya sudah mengIndonesia. Hampir semua remaja, dewasa bahkan anak-anak usia SD tahu apa itu alay. Meskipun menurut saya kata "tahu" disini masih dipertanyakan, apakah benar-benar tahu apa itu alay, atau hanya ikut-ikutan menggunakan kata alay untuk menggambarkan tingkah seseorang atau tahu bulat yang digoreng dadakan cuma lima ratusan.

Iya, karena sesungguhnya saya masih gagal paham dengan alay itu apa. Mengapa banyak orang yang menggunakan kata alay untuk menggambarkan tingkah orang lain yang mungkin biasa saja tapi sedikit berlebihan. Malah, seorang teman itu memberikan gambaran bahwa tumbuh kembang manusia itu sekarang menjadi bayi-anak-remaja-(alay)-dewasa muda-(alay)-dewasa. Baca? ada kata alay disana. kok bisa ya? Katanya, alay sudah itu termasuk perkembangan psikologi yang dipengaruhi oleh lingkungan. Bukankah semua tingkah laku kita memang dipengaruhi lingkungan?

Kok saya jadi serius gini ya menanggapi kata alay? padahal bisa dibilang gak penting. wkwkwkwkk!

Hm, gitu deh. Menurut saya menarik aja membahas alay ini. Karena itu tadi, apakah kita menilai ke-alay-an seseorang karena memang tahu apa itu alay, atau hanya sekedar ikut-ikutan biar gak dibilang alay karena gak tahu apa itu kata alay.

Setelah berlayar di beberapa artikel dan penelitian orang lain tentang ke-alay-an, maka ternyata sejarah alay ini muncul pada era 80-an akhir. Selanjutnya anak-anak 90-an lah yang menjadi penerus ke-alay-an dan semakin berkembang sekarang. Jadi, wahai anak 90-an, alay ini muncul di generasi kamu! Mengakulah. wkwkwkwkk!


Alay itu singkatan dari kata Anak Layangan, Anak Lebay, Anak Layu, Anak Kelayapan. Sebenarnya saya jadi bingung sendiri apa itu anak layangan, anak lebay, anak layu. Kalau anak kelayapan saya ngerti, anak yang suka main kesana kemari jarang pulang ke rumah. Katanya anak layangan itu anak kampungan, meskipun saya juga bingung lagi emang anak kampungan itu yang gimana. apakah anak dari kampung, anak yang tinggal di kampung atau anak yang bertingkah kampung, atau anak yang emang gak tau apa-apa terus cengok dengan hal-hal baru. Sedangkan anak lebay itu identik dengan tingkah laku yang super berlebihan. Nah, kalau anak layu itu apa? *serius nanya. Oke, lupakan sejenak tentang anak-anak itu, kita kembali ke alay.

Jadi alay ini dikategorikan dalam suatu komunitas yang memiliki bahasa dan gayanya sendiri. Sama seperti komunitas-komunitas lain, yang memiliki ciri khas tersendiri. Nah, Alay ini lebih berfokus pada bahasa, fashion dan tingkah laku. Kerennya, komunitas alay ini merupakan komunitas yang tidak pernah hadir dan menampilkan diri secara terang-terangan di dunia nyata. Alay memiliki eksistensi di dunia maya. Menurut Anderson dalamm tulisan Hadi yang berjudul Matinya Dunia Cyberspace: Kritik Humanis MARK SLOUKA Terhadap Jagat Maya (2005) alay merupakan sebuah komunitas bayangan tentang kebersamaan yang terdeteksi lewat generalisasi perilaku yang berkaitan dengan pola bahasa alay itu sendiri. Entah bagaimana caranya dan apa batasannya, kita bisa tau bahwa itu adalah bahasa alay atau bukan. Iyalah, bahasa aneh yang bukan bahasa Indonesia dengan sendirinya menjadi bahasa alay, seperti ciyus miapah? boljug nih blog.

Seperti yang saya tulis sebelumnya, ke-alay-an ini muncul pada tahun 80-an akhir dengan bahasa gaulnya. Kalau zaman dulu bahasa gaul itu istilahnya prokem. Silahkan tanya emak bapak. Mereka bakal gak ngerti apa itu bahasa gaul tapi kalau prokem mereka bakal ngerti. Alay mulai berkembang di zaman 90-an karena telepon genggam sudah mulai banyak meskipun belum seperti kayak kacang goreng seperti sekarang, tapi bisa dipukul rata untuk anak-anak yang tinggal di kota hampir memiliki telepon genggam, setidaknya mereka tau dan pernah megang meskipun kadang telepon genggam itu punya emak, babe, kakak, atau teman. Melalui segenggam telepon itulah bahasa ke-alay-an itu muncul. Iyes! bahasa alay muncul melalui pesan singkat. Mungkin gak sengaja kali ya, masih grogi nulis jadinya s3p3rt1 1ni. d4n j4d1 tReN di z4maNnya s4mpa1 S3kar4ng. Eh, kok tulisan saya jadi alay. Maklum, saya anak 90-an. wkwkwkwkkk!

Dan zaman sekarang alay menjadi begitu terkenal bahkan bisa jadi sebagai trend hidup anak muda karena ke-alay-an itu menyebar bagai virus yang terus tumbuh dan berkembang karena kecanggihan tekonologi. Yoi, selain telepon genggam udah kayak kacang goreng karena seorang pemulung juga punya telepon genggam, ditambah media sosial yang seabrek-abrek plus sinetron-sinetron aneh bin ajaib yang menunjukkan ke-alay-an. Gimana gak jadi tren coba. Karena bagi anak muda alay itu adalah keren!.

kok bisa?

Alay itu keren! karena dengan alay anak muda merasa terakui. Eksistensi. Iya, sebagai remaja yang dianggap masih kecil padahal udah merasa dewasa membutuhkan eksistensi. Keakuan diri. Pengakuan bahwa mereka ada. Dan alay salah satu caranya. Karena alay itu gaul. Gaul itu keren. Remaja butuh keren untuk diakui keberadaannya. Jadi, banyak remaja yang memilih alay. Karena alay adalah ekspresi pengungkapan diri. Menurut Subandy (2007) penguasaan bahasa gaul dianggap sebagai modal utama untuk bisa masuk dalam dunia yang diyakini membutuhkan orang-orang yang gaul. So? mau jadi anak gaul? mari bergabung dalam komunitas alay. huehehe!

Kalau dari sejarahnya, pada zaman 80-an bahasa gaul atau prokem atau bahasa alay ini muncul untuk mengakrabkan diri sesama teman agar suasana gak terlalu canggung dan tidak melulu serius. Bisa jadi sih, mengingat aturan zaman dulu yang begitu ketat dimana ada aturan-aturan tertentu yang melarang ini dan itu, kaku. Ada gap antara atasan dan bawahan, ada batasan antara orang berada dan kurang, ada spasi antara wanita dan laki-laki. Muncullah geng alay itu yang mengeluarkan bahasa-bahasa gaul agar diantara mereka menjadi lebih dekat, meleburkan pembatas. Tapi ternyata kebablasan, karena alay yang berkembang sekarang terlalu lebay, berlebihan dan bebas tersebar disemua kalangan. Anak-anak yang polos yang butuh inspirasi dan panutan akan melihat pola tingkah laku dan bahasa kakak pendahulunya maka secara sadar atau tidak, anak-anak polos itu jadi ikut-ikutan, karena  bagi mereka kakak-kakak pendahulunya itu adalah inspirasi dan keren. Sedangkan orang tua sebangsa nenek-kakek cuma bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah laku cucunya dengan ke-alay-an ini sembari berkomentar zaman sekarang udah beda dengan zaman dulu. He-eh! Tujuan awal dari bahasa alay yang hanya untuk menghibur serta lawakan semata, kini mulai berubah arah haluannya menjadi sebuah trend atau gaya tersendiri.

Tapi ternyata yang awalnya alay itu hanya seputar bahasa, menjadi berkembang sampai pada gaya berpakaian dan kenarsisan. Kalau gaya anak 80-an saya kurang tau gimana, mungkin celana jubray, rok selutut kaos dan rambut a la demimore mungkin ya, *emang demimore anak 80-an ya?*, style anak 90-an beda lagi. Masih ingat film kuch-kuch hota hei atau film india lainnya dizaman itu atau film amigos? atau film bidadari, jin dan jun? atau film sejenisnya? Maka anak-anak akan dikatakan gaul dengan style yang seperti itu, pakai jaket dipinggang kayak rahul dan anjali atau gaya rambutnya kayak rahul atau tina, atau gayanya pedro dan ana di film amigos. ya, kira-kira seperti itulah ya. Sedangkan era 2000-an? hm, saya juga bingung gaya sekarang berasal darimana? tapi gak bisa dipungkiri bahwa film dan media sosial sangat mempengaruhi perkembangan ke-alay-an ini. Semakin berbeda dan menemukan gaya baru maka akan semakin alay. Semakin alay maka semakin keren *menurut orang alay, bukan kata saya ya. eh, jangan-janga saya termasuk alay?*. wkwkwkwk!.
 
Ke-alay-an sekarang lebih dikenal dengan istilah kekinian yang entahlah, yang jelas bagi saya semakin gak masuk akal, seperti setiap mau makan di sebuah tempat makan, foto dulu, mau apa aja foto dulu, update status dulu atau apalah, yang penting melapor dulu ke media sosial. Masalah buat lu? Gak juga sih, tapi rada terganggu aja. Dan ternyata dalam tulisan Fenomena Bahasa Alay : Simbol Generasi Muda Masa Kini menyebutkan bahwa tingkah laku (gaya dan cara berpakaian) yang membuat mata risih melihatnya dan bahasa yang tidak enak didengar dan tidak biasa bagi masyarakat adalah salah satu ciri ke-alay-an.

Pola tingkah laku alay terlahir dari bahasa alay yang membentuk komunitas bayangan yang melahirkan pola pikir komunitas itu menjadi aneh bin lebay, menemukan gaya baru atau menjadi pengikut orang-orang terkenal dengan gaya dan pola tingkah laku yang berlebihan itu keren. Tapi kalau dipikir-pikir, alasannya simpel sih, eksistensi!. Ingin pengakuan diri. Iya gak sih? Makanya jadi alay biar semua mata tertuju padamu.

Sedikit cerita kekinian atau ke-alay-an yang sudah menyimpang itu yang pernah saya temui adalah ketika para pejantan tangguh dengan bangganya berfoto a la wanita cantik. Entah apa maksudnya. Kalau dibilang transgender juga bukan sih. Atau sedang berteater ria juga gak. Iseng saya nanyain alasannya berfoto dan mengunggah pose foto-foto itu, dan alasannya sederhana. mereka bilang "ih, kakak gak gaul. biar kekinian atuh kak". seketika saya cuma bisa tersenyum miris garuk-garuk kepala.

Alay, seperti menjadi identitas remaja saat ini. Karena ya begitu, ketika mereka mencari jati diri, yang mereka temukan adalah panutan-panutan alay hampir disemua jaringan yang mereka temui. Acara di televisi, media sosial yang ada, bahkan di lingkungan terdekat semuanya sudah termakan dengan ke-alay-an yang ada. Meskipun alay yang sekarang udah beda banget dengan alay zaman 80-an dan 90-an. ke-alay-an sekarang terlalu berlebihan melewati batas logika saya, menurut saya. Emang sih, gak ada batasan yang kongkrit terhadap ke-alay-an seseorang. karena memang alay memiliki definisi yang tak hingga. Siapapun bisa saja masuk dan sedang berada dalam komunitas ini. atau jangan-jangan saya juga sedang alay? ah, entahlah.

Dari sepanjang tulisan dan beberapa bacaan yang sudah saya baca itu, saya cuma bisa menyimpulkan dan setuju bahwa semua hal yang berlebihan itu tidak baik. karena menurut saya sendiri, jika awalnya bahasa alay itu bertujuan untuk mempereat hubungan antar individu dalam kelompok, maka alay gak masalah. Tapi menjadi masalah adalah ketika bahasa alay yang berlebihan dan berbau negatif yang kemudian ditunjukkan oleh tingkah laku dan gaya berpakaian. Iya, alay yang terlalu alay itu sungguh mengganggu umat manusia lainnya, maka alay itu menjadi tidak baik. jadi harus dimusnahkan! *eh

Yah, apaun itulah. mau alay atau gak, alay yang terlalu alay atau apalah, yang jelas siapapun pernah menjadi alay. Iya! Siapapun pernah bergabung dalam komunitas alay. Karena alay adalah komunitas umum yang selalu terbuka untuk siapa aja yang pernah menghadapi segala sesuata dan bertingkah laku secara lebay. Jadi, misalkan kamu pernah galau secara berlebihan atau menulis tetapi tidak semua orang mengerti, welcome to the Alay Grup. Huehehe!

Semoga alay kembali kepada tujuan awalnya untuk mempererat hubungan antar teman. Bukan alay yang lebay yang membuat "enek" sebagian orang yang mulai kembali normal.

Ipehthepooh
Pekanbaru, 2 Oktober 2016


Catatan referensi:

Ibrahim, Idi Subandy. 2007. Budaya Populer Sebagai Komunikasi. Yogyakarta: Penerbit Jalasutra
Hadi, Astar. (2005). Matinya Dunia Cyberspace: Kritik Humanis MARK SLOUKA Terhadap Jagat Maya. Yogyakarta, LkiS.
Fenomena Bahasa Alay : Simbol Generasi Muda Masa Kini dalam Jurnal unair.ac.id


You Might Also Like

0 komentar: