Petani dalam list cita-cita anak-anak

21.21 ipeh the pooh 0 Comments

"Pada suatu siang, di ujung pematang, terduduk dengan bimbang, sang caping usang
Datang menghampiri, sesosok bocah kecil, tangan dengan kendi dan juga baki
Wahai nak, sang bocah kecil duduklah dekat kakekmu
Mari makan bersama kakekmu ingin menatap bening cahaya matamu
Jika suatu nanti, kakekmu tlah pergi, siapa yang akan menanam padi
Jika suatu nanti engaku telah dewasa, hijau kah tanah ini?"
[Akar Bambu]

Mendengar penggalan lirik dari akar bambu ini cukup membuat saya bertanya lagi, akankah tanah negeri ini bisa memberikan kita sepiring nasi di masa esok ketika generasi kakek nenek kita telah pergi? Petani? Siapa yang mau jadi petani? Saya pernah nulis disini Sarjana Pertanian Kemana?, ketika menjadi lulusan pertanian itu sebuah dilema yang klasik.


Ternyata memang menjadi petani tidak begitu menarik untuk diperbincangkan. Petani bukan pilihan profesi yang menggiurkan. Bukan cerita lama bahwa profesi ini terancam punah. Selama tahun berganti, selama itu pula  profesi ini akan terus berganti dan mengalami penurunan. Mungkin saja profesi ini akan menjadi sejarah dan hanya tinggal cerita dongeng sebelum tidur untuk anak dan cucu kita dimasa depan. Bisa jadi!

Dari data-data yang saya baca, BPS mencatat bahwa jumlah petani terus menurun. Pada tahun 2013 jumlah petani 39.22 juta, menurun menjadi 38.97 juta pada tahun 2014 dan hanya tinggal 37.75 juta pada tahun 2015. Artinya setiap tahun hampir kita kehilangan sejuta petani entah karena apa. Bisa jadi karena lahan yang alih fungsi, meninggal, atau bangkrut. Mirisnya, data itu mencatat bahwa usia rata-rata petani adalah 50 tahun keatas. Dan parahnya, baru-baru ini saya juga membaca berita, di Bogor dimana kampus pertanian terbaik berdiri justru digarap oleh warga negara asing. [Bisa baca disini: http://jabar.pojoksatu.id/bogor/2016/11/16/ketika-wn-asing-keruk-hasil-bumi-ke-mana-para-sarjana-pertanian-di-bogor/]. Saya percaya banyak berita-berita yang serupa di daerah-daerah sana, tapi gak muncul dipermukaan.

Dan hari ini saya juga menemukan artikel yang cukup membuat saya bertanya-tanya apakah ini sudah pagi? atau saya masih bermimpi. Iya! gimana gak, ketika ada judul dari berita online yang mengatakan bahwa tidak menjadi masalah jika anak muda sekarang ini meninggalkan dunia pertanian, karena bisa digantikan dengan mesin [Baca : http://kabarkampus.com/2016/11/staf-khusus-mentan-sambut-positif-berkurangnya-jumlah-petani-indonesia/ ]. Jadi, apakah memang profesi petani memang bukan sesuatu yang layak untuk diperjuangkan?

Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa jumlah petani terus menurun setiap tahun?

Banyak faktor, itu pasti. Tapi, dalam tulisan ini saya ingin menyoroti satu hal, kenapa petani tidak begitu menggiurkan. Menjadi petani hampir tidak pernah masuk dalam list cita dan mimpi anak-anak, terutama anak-anak yang tinggal di tengah kota yang cuma bisa melihat beton dimana-mana. Petani identik dengan hidup susah dan serba kekurangan, jadi siapa pula yang  mau hidup susah seperti petani pada umumnya yang terlihat hampir merata di penjuru negeri. Iya kan?

Tapi ternyata, sebanyak petani yang mengenakan pakaian lusuh berumah sederhana dan hidup "susah", masih banyak juga petani-petani yang dapat menginspirasi dan bisa membantu orang-orang disekitarnya. Iya! banyak cerita petani-petani yang kece badai. Seperti petani cabe di Kediri yang mulai bertani dengan pinjaman uang dari bank, ada lagi petani asal Jember karena lelah menjadi TKI, terus masih ada kok anak petani yang kembali menjadi petani, atau lulusan sekolah pertanian yang benar-benar menjadi petani juga ada. Sayangnya ya itu, kisah-kisah petani ini masih belum begitu menarik untuk diulas. Lebih seru mengulas film utaran atau sidang jesica.

Senin lalu, saya mengikuti kegiatan yang menyenangkan dan menginspirasi, Kelas Inspirasi. Tujuan dari kegiatan tersebut adalah untuk memberikan inspirasi dan gambaran pada anak-anak bahwa banyak profesi-profesi yang bisa dijadikan cita-cita selain dokter, polisi, dan guru. Kegiatan itu keren! Secara anak-anak akan mendapatkan inspirasi dan gambaran secara nyata tentang profesi-profesi yang ada diluar sana, seperti engineer, jaksa, hakim, dosen, translator, orang-orang yang bekerja di kantor pajak, dan menjadi tau bahwa orang-orang yang bekerja di bandara tidak hanya pilot. Tapi, satu hal yang membuat saya sedih, tercenung, dan merenung. Kemana profesi petani pergi? Apakah petani tidak dapat menginspirasi? Jika iya, jangan salahkan anak-anak jika tidak ada yang mau jadi petani. Karena memang, mereka tidak tau siapa petani. Jika terus begitu, bukan hal yang gak mungkin kan petani memang benar-benar punah?

Sebagai lulusan pertanian, sebenarnya saya malu karena sampai saat ini saya belum bisa melakukan apa-apa untuk menyelamatkan profesi itu dan belum bisa ikut turun tangan memberikan inspirasi pada anak-anak bahwa petani itu keren. Iya! sesunguhnya petani itu keren!. Hanya saja kekerenan petani itu  tertutupi kabut pesimistis dan dibalut dengan baju lusuh tangan kotor kulit hitam legam.
 
Profesi petani, berbeda dengan profesi lainnya seperti dokter, guru, polisi, pengacara atau pilot yang menjadi idola bagi anak-anak. Pertanyaan selanjutnya, mengapa dokter, guru, polisi, pengacara atau pilot menjadi begitu populer di kalangan anak-anak? jawabannya simpel dan sederhana. Karena mereka menemukan contoh dan tokoh yang keren berada di dekat mereka. Iya, mereka dapat melihat kerja dokter, guru, polisi, pengacara, atau pilot secara "nyata". Melihat dokter dengan seragam putih, membawa stetoskop, memeriksa pasien akan menjadi hal yang luar biasa bagi anak-anak. Melihat laki-laki gagah tegap berdiri dengan seragamnya di jalanan untuk mengatur lalu lintas jalan, bagi anak-anak itu sesuatu hal yang keren. Melihat seorang yang bisa menjawab semua pertanyaan orang lain seperti guru menjadi sesuatu yang mengagumkan bagi anak-anak. Melihat bapak-bapak di depan tv dalam persidangan jesica pun menjadi inspirasi anak-anak. Apalagi melihat pesawat dil langit yang bisa terbang, anak-anak juga ingin menerbangkan pesawat itu. Tetapi jika melihat orang yang kerja panas-panasan di lapangan memegang cangkul, tangan kotor, siapa yang mau? kamu mau? mungkin bisa dikatakan gak ada yang mau.  Karena itu kan gak keren. Dan ketika anak-anak melihat pekerjaan petani seperti itu, capek, panas, hitam, sepertinya mereka juga akan urung diri untuk menulis petani menjadi list cita-cita mereka. Padahal, ada sesuatu yang sangat menarik dalam prosesnya. Melihat tanaman tumbuh sampai panen. Iya, itu keren kan? Sayangnya, anak-anak tidak melihat kekerenan itu, cuma  mentok sampai panas-panasan di lapangan.

Terus, kenapa anak-anak gak dikasih tau aja kekerenan petani itu? Atau kenapa petani-petani gak unjuk gigi aja pas kelas inspirasi? Nah itu, itu dia pertanyaan yang sama dan baru ngeh pas saya gabung di Kelas Inspirasi Pekanbaru kemarin. Kemana petani-petani keren itu? Kok mereka gak ikut berpartisipasi menginspirasi anak-anak negeri ini dengan menjadi petani? dan asumsi saya adalah petani-petani itu belum tau kalau ada kelas inspirasi. huehehe!

Sebenarnya ini menjadi PR besar bagi petani-petani sukses, petani-petani yang sedang melakoni bidangnya, dan bagi saya sebagai orang yang sudah dicap sebagai lulusan pertanian untuk memberikan informasi bahwa petani itu gak cuma sekedar panas-panas dan kotor di lapangan, tetapi lebih dari itu. Petani adalah profesi yang sama pentingnya dengan profesi-profesi lain. Petani adalah masalah hidup mati bangsa. Petani bukan profesi khusus untuk orang-orang yang hidup susah. dan ini benar-benar menjadi PR bagi saya sebagai lulusan pertania dan petani-petani hebat untuk dapat membuktikan pada dunia dan anak-anak bahwa petani adalah profesi yang juga cukup menjanjikan.

Tapi bagaimana kalau faktanya petani itu tidak sekeren yang dijabarkan diatas? Lahan alih fungsi, petani ditangkap, harga jual panen jauh dibawah modal. Dan pada akhirnya, petani memang ditakdirkan untuk hidup susah. So? masih mau jadi petani?

Gaes, bukankah itu dia tugas kita generasi muda yang tau, pernah dan tertarik dengan dunia pertanian? Untuk menjadi petani yang cerdas. Petani yang bisa memanfaatkan lahan yang ada, mengurangi laju alih fungsi lahan dengan menanam dan menghasilkan "duit". Petani yang cerdas dan jujur. Bukankah itu cita-cita Soekarno ketika beliau meletakkan batu pertama institut pertanian? menciptakan petani-petani yang tidak hanya mengerti dunia cocok tanam, tetapi sampai hitung-hitungan untung rugi dan pasar. Iya, ini tugas besar saya, kamu dan kita, generasi muda untuk menyelamatkan profesi petani.

Berhenti mengutuk kegelapan. Berhenti menyalahkan profesi petani. Berhenti mengkambinghitamkan faktor-faktor yang antah berantah.

Nyalakan lampu, dan jadilah petani yang setidaknya bisa memberi makan keluarga sendiri. Selanjutnya ceritakan pada adik-adik, keluarga, tetangga, anak dan cucu kita nanti bahwa menjadi petani itu keren karena dapat memberi makan dan membantu orang lain.

Just do it!

Anak-anak butuh inspirasi dan contoh nyata untuk membantu mereka memutuskan bagaimana jalan yang akan mereka pilih. Petani berhak memberikan inspirasi itu dan membuktikan pada anak-anak bahwa menjadi petani bukanlah jalan yang suram.

Semoga Kelas Inspirasi Pekanbaru selanjutnya saya dapat menemukan ada petani yang berdiri di depan anak-anak itu dan dengan bangga menceritak profesinya.

Semoga!

Pekanbaru,
27 November 2016

You Might Also Like

0 komentar: